Add caption |
Kisah Nyata Perjuangan
Hidup : Kuliah Sambil Memulung
Kisah nyata ini saya ambil dari usaha kreatif
muslim[dot]com. Semoga kisah ini bermanfaat untuk perenungan kita semua,
Aamiin.
Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang tapi,bagaimana jika
kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja
susah.
Berikut ini penelusuran dan wawancara Eramuslim dengan seorang pemulung yang
kini bisa terus kuliah di jurusan akuntansi di Pamulang, Tangerang. Mahasiswi
berjilbab itu bernama Ming Ming Sari Nuryanti.
Sudah berapa lama Ming Ming jadi pemulung ?
Sejak tahun 2004. Waktu itu mau masuk SMU. Karena penghasilan ayah semakin
tidak menentu, kami sekeluarga menjadi pemulung.
Sekeluarga ?
Iya. Setiap hari, saya, ayah, ibu, dan lima adik saya berjalan selama 3 sampai
4 jam mencari gelas mineral, botol mineral bekas, dan kardus. Kecuali adik yang
baru kelas 2 SD yang tidak ikut.
***
Tempat tinggal Ming Ming berada di perbatasan antara Bogor dan Tangerang.
Tepatnya di daerah Rumpin. Dari Serpong kurang lebih berjarak 40 kilometer.
Kawasan itu terkenal dengan tempat penggalian pasir, batu kali, dan bahan
bangunan lain. Tidak heran jika sepanjang jalan itu kerap dipadati truk dan suasana
jalan yang penuh debu. Di sepanjang jalan itulah keluarga pemulung ini
memunguti gelas dan botol mineral bekas dengan menggunakan karung.
Tiap hari, mereka berangkat sekitar jam 2 siang. Pilihan jam itu diambil karena
Ming Ming dan adik-adik sudah pulang dari sekolah. Selain itu, bertepatan
dengan jam berangkat sang ayah menuju tempat kerja di kawasan Ancol.
Setelah berjalan selama satu setengah sampai dua jam, sang ayah pun naik angkot
menuju tempat kerja. Kemudian, ibu dan enam anak itu pun kembali menuju rumah.
Sepanjang jalan pergi pulang itulah, mereka memunguti gelas dan botol mineral
bekas.
Berapa banyak hasil yang bisa dipungut ?
Nggak tentu. Kadang-kadang dapat 3 kilo. Kadang-kadang, nggak nyampe sekilo.
Kalau cuaca hujan bisa lebih parah. Tapi, rata-rata per hari sekitar 2 kiloan.
Kalau dirupiahkan?
Sekilo harganya 5 ribu. Jadi, per hari kami dapat sekitar 10 ribu rupiah.
Apa segitu cukup buat 9 orang per hari ?
Ya dicukup-cukupin. Alhamdulillah, kan ada tambahan dari penghasilan ayah.
Walau tidak menentu, tapi lumayan buat keperluan hidup.
***
Ming Ming menjelaskan bahwa uang yang mereka dapatkan per hari diprioritaskan
buat makan adik-adik dan biaya sekolah mereka. Sementara Ming Ming sendiri
sudah terbiasa hanya makan sekali sehari. Terutama di malam hari.
Selain itu, mereka tidak dibingungkan dengan persoalan kontrak rumah. Karena
selama ini mereka tinggal di lahan yang pemiliknya masih teman ayah Ming Ming.
Di tempat itulah, mereka mendirikan gubuk sederhana yang terbuat dari barang-barang
bekas yang ada di sekitar.
Berapa hari sekali, pengepul datang ke rumah Ming Ming untuk menimbang dan
membayar hasil pungutan mereka.
Kalau lagi beruntung, mereka bisa dapat gelas dan botol air mineral bekas di
tempat pesta pernikahan atau sunatan. Sayangnya, mereka harus menunggu acara
selesai. Menunggu acara pesta itu biasanya antara jam 9 malam sampai jam 2
pagi. Selama 5 jam itu, Ming Ming sebagai anak sulung, ibu dan dua adiknya
berkantuk-kantuk di tengah keramaian dan hiruk pikuk pesta.
Kalau di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, keluarga pemulung ini juga punya
kebiasaan yang berbeda dengan keluarga lain. Mereka tidak berkeliling kampung,
berwisata, dan silaturahim ke handai taulan. Mereka justru memperpanjang rute
memulung, karena biasanya di hari raya itu, barang-barang yang mereka cari
tersedia lebih banyak dari hari-hari biasa.
Ming Ming tidak malu jadi pemulung ?
Awalnya berat sekali. Apalagi jalan yang kami lalui biasa dilalui teman-teman
sekolah saya di SMU N 1 Rumpin. Tapi, karena tekad untuk bisa membiayai sekolah
dan cinta saya dengan adik-adik, saya jadi biasa. Nggak malu lagi.
Dari mana Ming Ming belajar Islam ?
Sejak di SMU. Waktu itu, saya ikut rohis. Di rohis itulah, saya belajar Islam
lewat mentoring seminggu sekali yang diadakan sekolah.
Ketika masuk kuliah, saya ikut rohis. Alhamdulillah, di situlah saya bisa terus
belajar Islam.
Orang tua tidak masalah kalau Ming Ming memakai busana muslimah?
Alhamdulillah, nggak. Mereka welcome saja. Bahkan sekarang, lima adik perempuan
saya juga sudah pakai jilbab.
***
Walau sudah mengenakan busana muslimah dengan jilbab yang lumayan panjang, Ming
Ming dan adik-adik tidak merasa risih untuk tetap menjadi pemulung. Mereka
biasa membawa karung, memunguti gelas dan botol air mineral bekas, juga kardus.
Bahkan, Ming Ming pun sudah terbiasa menumpang truk. Walaupun, ia harus naik di
belakang.
Ming Ming kuliah di mana ?
Di Universitas Pamulang, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi S1.
Maaf, apa cukup pendapatan Ming Ming untuk biaya kuliah ?
Jelas nggak. Tapi, buat saya, kemiskinan itu ujian dari Allah supaya kita bisa
sabar dan istiqamah. Dengan tekad itu, saya yakin bisa terus kuliah.
Walaupun, di semester pertama, saya nyaris keluar. Karena nggak punya uang buat
biaya satu semester yang jumlahnya satu juta lebih. Alhamdulillah, berkat
pertolongan Allah semuanya bisa terbayar.
***
Di awal-awal kuliah, muslimah kelahiran tahun 90 ini memang benar-benar
melakukan hal yang bisa dianggap impossible. Tanpa uang memadai, ia bertekad kuat
bisa masuk kuliah.
Ketika berangkat kuliah, sang ibu hanya memberikan ongkos ke Ming Ming
secukupnya. Artinya, cuma ala kadarnya. Setelah dihitung-hitung, ongkos hanya
cukup untuk pergi saja. Itu pun ada satu angkot yang tidak masuk hitungan alias
harus jalan kaki. Sementara pulang, ia harus memutar otak supaya bisa sampai ke
rumah. Dan itu ia lakukan setiap hari.
Sebagai gambaran, jarak antara kampus dan rumah harus ditempuh Ming Ming dengan
naik empat kali angkot. Setiap angkot rata-rata menarik tarif untuk jarak yang
ditempuh Ming Ming sekitar 3 ribu rupiah. Kecuali satu angkot di antara empat
angkot itu yang menarik tarif 5 ribu rupiah. Karena jarak tempuhnya memang
maksimal. Jadi, yang mesti disiapkan Ming Ming untuk sekali naik sekitar 14
ribu rupiah.
Di antara trik Ming Ming adalah ia pulang dari kuliah dengan berjalan kaki
sejauh yang ia kuat. Sambil berjalan pulang itulah, Ming Ming mengeluarkan
karung yang sudah ia siapkan. Sepanjang jalan dari Pamulang menuju Serpong, ia
melepas status kemahasiswaannya dan kembali menjadi pemulung.
Jadi, jangankan kebayang untuk jajan, makan siang, dan nongkrong seperti
mahasiswa kebanyakan; bisa sampai ke rumah saja bingungnya bukan main.
Sekarang apa Ming Ming masih pulang pergi dari kampus ke rumah dan menjadi
pemulung sepulang kuliah ?
Saat ini, alhamdulillah, saya dan teman-teman UKM Muslim (Unit Kegiatan
Mahasiswa Muslim) sudah membuat unit bisnis. Di antaranya, toko muslim. Dan
saya dipercayakan teman-teman sebagai penjaga toko.
Seminggu sekali saya baru pulang. Kalau dihitung-hitung, penghasilannya hampir
sama.
Jadi Ming Ming tidak jadi pemulung lagi ?
Tetap jadi pemulung. Kalau saya pulang ke rumah, saya tetap memanfaatkan
perjalanan pulang dengan mencari barang bekas. Bahkan, saya ingin sekali mengembangkan
bisnis pemulung keluarga menjadi tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu, menjadi
bisnis daur ulang. Dan ini memang butuh modal lumayan besar.
Cita-cita Ming Ming ?
Saya ingin menjadi da’i di jalan Allah. Dalam artian, dakwah yang lebih luas.
Bukan hanya ngisi ceramah, tapi ingin mengembangkan potensi yang saya punya
untuk berjuang di jalan Allah. (MN) [Sumber : Era Muslim]
Naahhh…
Bagaimana dengan kita ?
Masihkah kita mengeluh dan tidak bersyukur dengan tidak memaksimalkan potensi
yang ada pada diri ?!
-----------------------------------------------------------------------------------------
0 Response to "Kisah Nyata Perjuangan Hidup : Kuliah Sambil Memulung"
Posting Komentar