Berburu Martabat


 Renungan:

BERBURU MARTABAT
(kupasan : Sikarang Batukapur, makhluk dungu pengembala angin) 


Assalamu'alaikum Wr Wb. 

              Sebagai awal kalimat adalah aku katakan,“suka tidak suka cobalah baca”

            Biasanya orang suka melihat, mendengar, maupun membaca karya oranglain jika kalau ada unsur yang menarik dari pengkaryanya. Misalnya : foto atau namanya ngetren, sebagai contoh namanya sangat-sangat sederhana, yaitu ‘Bawi’, tapi karena fotonya terlihat ‘glagah’, oh ma’af maksudkku ‘gagah’, sehingga apapun yang di tampilkan di media sosial ya orang lain kepingin mencermati. Contoh lainnya banyak banget. Kalau kagak percaya coba buka aja fb-nya embak-embak itu lho, kayak fb-nya mbak Ulfa, coba itung setiap buat status berapa ribu yang komen ? Tapi, coba aja lihat, siapa yang mau komen kalau yg buat status itu dilihat dari foto profilnya aja seperti amuba, yaitu binatang mikroskopik yang tek berbentuk. Jadi kesimpulannya, bagi siapa saja yang diberkahi suatu kelebihan oleh gusti Allah ya manfaatkanlah untuk bisa menghadirkan kemanfaatan bagi orang lain. Setuju….?

            Allah SWT menciptakan segala sesuatu di alam ini lazimnya selalu berpasangan. Ayah pasangannya Ibu, Kakak dengan adik, tua dengan muda (ma’af yang ini tidak diwajibkan untuk pasangangan hidup lho), siang dengan malam, Santoso dengan Sarmini, dsb.

            Menyimak pasangan-pasangan tersebut, diantaranya ada satu pasang yang bisa membuat seorang anak manusia menderita sakit hati, (kalau sakit panu gitu pandaslah obatnya, kalau sakit hati apa obatnya….? Hayo). Satu pasangan yang gue maksudkan itu adalah ‘terhormat’ dan “terhina”. Sehingga karena sangat sakralnya, orang menjadi teropsesi karenanya. Beberapa aplikasi yang memformulakan ‘terhormat’ itu dengan pengertian yang berbeda, diantaranya :

Tebal kantong, artinya banyak uang, tinggi pangkat artinya sebagai pejabat, pintar artinya mempunyai kemampuan menciptakan/melakukan sesuatu, berwibawa/ bijak, sebagai tokoh agama/ masyarakat, dsb. Yang jelas, banyak orang berburu kehormatan, karena dalam asumsi secara umum bahwa sebuah kehormatan akan membawa ke suatu tempat yang disegani dan menjadi pusat perhatian. Seharusnya setiap orang memang  begitu, akan tetapi jika motivasinya hanya menginginkan agar disegani sebagai orang yang jitu dalam segala-galanya, maka pada akhirnya bukanlah kepuasan yang didapatkan melainkan sakit hati. Kenapa demikian ?. Argumennya gampang saja. Bukankah untuk memperoleh sesuatu kita harus mencari dan mencari, memburu dan memburu. Untuk memburu kehormatan, setidaknya kita berharap pada setiap orang agar mau menghormati kita. Maka kalau dalam berburu itu yang kita dapatkan justru sebaliknya, tak hayal hati kita menjadi sakit. Oleh karena itu, konsep yang tak ada salahnya kita terapkan agar kesehatan perasaan/hati selalu terjaga adalah : “Hormatilah setiap orang, namun janganlah berharap orang lain menghormatimu”. Kita perlu menghormati setiap orang dengan harapan agar diri ini terhindar dari predikat sombong, congkak, egois, dan lain sebagainya yang disosialisasikan dari orang lain. Sedangkan kita tak perlu menggebu-gebu mengharap penghormatan dari orang lain dengan tujuan agar terhindar dari sakit hati jika orang lain tidak menghormati kita. Cobalah anda renungkan uraian saya yang sekilas itu. Semoga bermanfaat. Amiin.

            Wassalamu’alaikum Wr Wb.



Pati Utara, Jum’at Wage 30 Maret 2018.



Related Posts:

NGANTUK

Renungan





NGANTUK

Ulasan Sikarang Batukapur (Makhluk dungu penggembala angin)














Assalamu'alaikum Wr Wb.

            Yang dinamakan ngantuk yaitu suatu keadaan yang dirasakan setengah tidur. Artinya terjaga tidak, tidur beneran juga tidak. Ngantuk biasanya dialami oleh mereka yang sedang beristirahat setelah beraktivitas yang melelahkan fisik. Tapi , kadang ngantuk juga terjadi karena beban pikiran. Dan tak jarang pula ngatuk datang akibat kejenuhan pikiran.

           Ngantuk di kamar tidur adalah suatu hal yang wajar. Bahkan ngantuk di pos ronda adalah sebuah kebiasaan bagi para peronda, tapi kalau ngantuk di dalam ruangan kelas ketika proses transfer ilmu dari guru ke siswa adalah suatu problematika yang cukup menarik dievaluasi. Apalagi jika tak bisa menahan kantuk ketika berurusan ulangan atau ujian. Nah, yang terakhir inilah patut untuk dicamkan tentang akibat yang mengekorinya.  

          Dari beberapa penyebab ngantuk di dalam kelas yang pernah terespon oleh perhatian saya, diantaranya adalah : 

(1) Karena sebelum ke sekolah siswa tidak mandi, akibatnya kesegaran dari air yang semestinya menyertainya beraktivitas tak dimiliki, dampaknya fisik lesu semangat hilang. 

(2) dari rumah siswa tidak sarapan pagi. Mempersiapkan energi dengan sarapan pagi memang harus rutin dilakukan, karena sekuat apapun fisik seseorang tetap membutuh kesetabilan energi untuk mesuplai aktivitasnya. Jika hal ini terabaikan tentu saja tubuh menjadi loyo tak bertenaga, dan pikiranpun menjadi terpuruk daya responnya. 

(3) Mengalami gangguan penyakit. Banyak juga para siswa yang memaksakan diri masuk sekolah dalam kondisi sakit. Biasanya sakit yang terkategori ringan, misalnya flu, batuk, atau bahkan sakit kulit rigan (panu), akan tetapi seringan apapun peyakit adalah suatu gangguan yang tetap saja mengganggu aktivias. Jarang siswa yang tetap bertahan eksis dengan gangguan-gangguan itu. Gangguan ini berpotensi juga menghadirkan kantuk. 

(4) Tidak respon dengan keterangan/pnjelasan guru. Ada kemungkinan-kemungkinan kenapa tak ada respon dari siswa ketika seorang guru menerangkan/membimbing pembelajaran. Penyebab yang datangnya dari siswa, biasanya karena ketidakfahaman akibat meteri dasar atau materi berkelanjutan yang sebelumnya belum dikuasai. Hal ini memang sering terjadi dan banyak dipaksakan di dunia pendidikan dewasa ini. Sebagai contoh, sekarang ini lembaga sekolah mana yang berani mempertahankan siswa untuk tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah karena kegagalan penguasaan meteri ? Kalaupun masih ada mungkin tak melebihi hitungan jari tangan manusia. Ya, jari tangan manusia , tidak jari tangan iblis yang mungkin bisa berjumlah ribuan. (5) Tidak respon dengan keterangan/penjelasan guru karena ketidakjelasan keterangan dari guru, karena guru kurang menguasai materi, teknik, metode, atau tata cara komunikasi yang kurang familier.          Membaca sebab akibat permasalahan yang sedang menyepektakuler akhir-akhir ini, semestinya kita tidak cepat emosional dan bur-buru mempotet pihak lain sebagai kambing hitam. Tindakan yang bijak adalah masing-masing tidak malu dan tidak merasa turun martabat untuk mengintrospeksi diri. Tentu saja kejujuran tidak saja dibutuhkan untuk mengakui kebanaran, terlebih dari itu yang sangat terhormat dan sangat bijak adalah berani mengakui kesalahan serta mencari solusi pemecahannya.Semoga bermanfaat

Wassalamu'alaikum Wr Wb.

Pati Utara, 20 Maret 2018.

Related Posts: