SATU LAGI PELAJARAN NURANI BANGSA YANG MAHAL HARGANYA TENTANG HARI KEBANGKITAN NASIONAL




























Assalam'alaikum War Wab.
Mari kita simak kembali tentang Hari Kebangkian Nasional (Harkitnas).



SEKILAS SEJARAH KEBANGKITAN NASIONAL Oleh: Yustina Hastrini Nurwanti (Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta)
 
I.Pendahuluan
Kebangkitan nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang sebelumnya tidak pernah muncul selama masa penjajahan. Dalam masa ini muncul sekelompok masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya perubahan karena penindasan dan penjajahan. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo. Tanggal 20 Mei 1908 adalah hari lahirnya organisasi sosial pertama di Indonesia, Budi Utomo. Tanggal kelahiran Budi Utomo dianggap sebagai mulainya kebangkitan nasional karena menggunakan strategi perjuangan yang baru dan berbeda dengan perjuangan sebelumnya.
Perjuangan sebelumnya ada kelemahannya karena:
1.     Perlawanan secara sporadis dan tidak serentak.
2.     Perlawanan dipimpin oleh pimpinan karismatik sehingga tidak ada yang melanjutkan.
3.     Sebelum masa 1908 perlawanan menggunakan kekerasan senjata.
4.     Para pejuang di adu domba oleh penjajah.
Perjuangan bangsa Indonesia setelah tahun 1908:
1.     Perjuangan dilakukan dengan menggunakan organisasi, bukan menggunakan kekerasan.
2.     Para pemimpin berasal dari kaum intelektual, bukan raja atau sultan.
3.     Rasa persatuan dan kebangsaan sudah mulai tumbuh. Perjuangan tidak bersifat kedaerahan lagi.
Keberadaan Budi Utomo tidak bisa dilepaskan dengan adanya politik etis dari pemerintah kolonial Belanda. Program Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) mampu mengatasi kekosongan kas Belanda. Orang Indonesia berjasa dalam pemulihan perekonomian negeri Belanda. Van Deventer berpendapat jika kebaikan budi harus dibayarkan kembali derngan peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satu dari balas budi tersebut melalui edukasi atau pendidikan. Pemerintah Belanda membuat program politik etis khususnya dalam bidang edukasi. Adanya politik etis dalam bidang edukasi bermunculan kaum intelektual pribumi. Kaum intelektual inilah yang menjadikan adanya pembaharuan dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan yang direalisasikan melalui bentuk pergerakan modern yang disebut sebagai pergerakan nasional.

II. Budi Utomo
Dalam penerapan politik etis terkandung di dalamnya usaha memajukan pengajaran dan pendidikan bagi generasi muda di Indonesia. Salah satu kendala dalam memajukan bidang pendidikan karena terbatasnya anggaran dana. Hal ini menimbulkan keprihatinan bagi dr.Wahidin Sudirohusodo sehingga melakukan kegiatan menghimpun dana dengan melakukan propaganda berkeliling di Jawa tahun 1906.
dr. Wahidin Sudirohusodo (1857-1917) merupakan pembangkit semangat organisasi Budi Utomo. Sebagai lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA), ia merupakan salah satu tokoh intelektual yang berusaha memperjuangkan nasib bangsanya. Pada tahun 1901 dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi direktur majalah Retnodhoemilah (Ratna yang berkilauan) yang diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu, yang dikhususkan untuk kalangan priyayi. Hal ini mencerminkan perhatian seorang priyayi terhadap masalah-masalah dan status golongan priyayi itu sendiri. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan Barat. Ia juga berusaha memperbaiki masyarakat Jawa melalui pendidikan barat. Beliau menghimpun beasiswa agar dapat memberikan pendidikan modern atau barat kepada golongan priyayi Jawa dengan mendirikan Studie Fonds atau Yayasan Beasiswa.
Ide dr. Wahidin Sudirohusodo selanjutnya menarik perhatian seorang mahasiswa School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA) bernama Sutomo. Akhirnya Sutomo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Budi Utomo. Budi Utomo merupakan organisasi modern pertama kali di Indonesia yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi ini mempunyai pemimpin, ideologi yang jelas, dan anggota.
Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo tersebut. Hal ini disebabkan kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristikrat mengadakan reaksi jika gerakan tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka. Gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan dalam struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi, namun Budi Utomo dapatmembahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait status sosialnya.
Program utama dari Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan  yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian kedua program.  Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya dengan gerakan awal jangkauannya hanya terbatas pada Jawa dan Madura. Jangkauan wilayah yang terbatas ini, menjadikan Budi Utomo dianggap sebagai organisasi yang bersifat kedaerahan, karena salah satu programnya berbunyi “ de harmonische ontwikkeling van land en volk van Jawa en Madura”  (kemajuan yang harmonis bagi nusa Jawa dan Madura). Dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau tersebut yang mencakup juga masyarakat Sunda yang kebudayaannya mempunyai kaitan dengan Jawa meski yang dipakai sebagai bahasa resmi organisasi adalah bahasa Melayu. Budi Utomo tidak langsung terjun dalam lapangan politik praktis karena dalaam rangka strategi dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu itu sehingga Budi Utomo lebih berorientasi kultural.
Pada tanggal 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan konggresnya yang pertama di Yogyakarta. Konggres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi yaitu ; Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik, industri serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama terpilih R.T Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota Pengurus Besar pada umumnya pegawai pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dengan pusat organisasi berada di Yogyakarta. Pengurus hasil konggres ini merupakan dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan mendorong pengusaha Jawa.
Setelah cita-cita Budi Utomo mendapat dukungan semakin luas dikalangan cendekiawan Jawa maka para pelajar tersebut memberi kesempatan kepada golongan tua untuk memegang peranan yang lebih besar bagi gerakan ini. Ini dibuktikan dengan terpilihnya golongan tua sebagai pengurus dalam konggres Budi Utomo I di Yogyakarta. Ketua terpilih R.T Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih memperhatikan reaksi dari pemerintah kolonial Belanda dibanding reaksi dari warga pribumi. Sebelumnya terjadi persaingan daalam konggres itu, disebabkan terdapat kelompok minoritas yang dipimpin dr.Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangan Budi Utomo berubah menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyast pada umumnya tidak terbatas hanya golongan priyayi dan kegiatannya meliputi seluruh Indonesiaa, tidak hanya Jawa dan Madura saja. Namun, pandangan dr. Cipto Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909, beliau mengundurkan diri dari Budi Utomo dan kemudian bergabung dengan Indische Partij.
Asas dan tujuan Budi Utomo adalah menyadarkan kedudukan Bangsa Jawa, Sunda, dan Madura pada diri sendiri dan berusaha mempertinggi akan kemajuan mata pencaharian serta penghidupan Bangsa disertai dengan jalan memperdalam keseniaan dan kebudayaan. Selain tujuannya yang lain adalah menjamin kehidupan sebagai Bangsa yang terhormat dengan menitik beratkan pada soal pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan atau secara samar-samar menyebutkan kemajuan bagi Bangsa Hindia dimana jangkuan geraknya terbatas pada Jawa dan Madura serta baru meluas untuk penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan keturunan, kelamin, dan agama. Jika dicermati dari pernyataan tersebut, maka secara tersirat nampak pada Budi Utomo yakni kehormatan Bangsa. Bangsa yang terhormat adalah Bangsa yang memiliki derajat yang sama dengan Bangsa lain. Karena Bangsa Indonesia pada waktu itu tidak terhormat karena dijajah Belanda.
Pada tahun 1928 Budi Utomo menambahkan suatu asas perjuangan yaitu “ikut berusaha melaksanakan cita-cita Bangsa Indonesia”. Sungguh suatu langkah maju, karena waktu itu gelora persatuan telah berkumandang di udara pergerakan kita. Disitu nampak bahwa Budi Utomo sedang berusaha memperluas ruang geraknya. Tidak hanya menuju kehidupan harmonis bagi Jawa dan Madura tetapi lebih luas lagi yakni bagi persatuan Indonesia. Walaupun pada awalnya Budi Utomo tidak berperan sebagai organisasi politik, namun dalam perjalanannya Budi Utomo berubah haluan ke arah politik. Hal ini terbukti pada tahun 1915 Budi Utomo ikut aktif dalam “Inlandsche Militie” dan waktu Volksraad dibentuk. Budi Utomo juga tergabung dalam “Radicale Concentratic” yakni persatuan aliran-aliran yang dicap kiri dalam Volksraad. Hal tersebut berdampak dikuranginya anggaran pendidikan Budi Utomo secara drastis oleh pemerintah. Situasi ini berakibat terjadinya perpecahan antara golongan radikal dan moderat di Budi Utomo.
Pada tahun 1924, dr.Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo mendirikan Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya adalah asas kebangsaan Jawa dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub pada perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
Pada tahun 1927, Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang dipelopori Ir.Sukarno. Meskipun demikian, Budi Utomo tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928, Budi Utomo menambah asas perjuangannya yaitu: medewerking tot de verwezenlijking van de Indonesischeeenheidsgedachte (ikut berusaha untuk melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia).Hal ini sebagai isyarat Budi Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya jawa dan Madura, namun meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi (bergabung) dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) pimpinan dr.Sutomo. Fusi ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya), sehingga berakhirlah riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.

III. Penutup
Bermula dari dampak politik etis, Budi Utomo sebagai organisasi awal pada masa pergerakan Indonesia didirikan oleh siswa STOVIA. Budi Utomo bebas dari prasangka keagamaan, tetapi lebih untuk meningkatkan pendidikan dan kebudayaan. Namun, pada perkembangan selanjutnya mengarah pada bidang politik. Budi Utomo mempunyai fungsi yang istimewa karena bisa menjadi jembatan antara para pejabat kolonial yang maju dengan kaum terpelajar Jawa. Hal ini merupakan sumbangan yang tidak ternilai bagi masa depan Indonesia.
Kelahiran Budi Utomo telah menjadi tonggak yang menumbuhkan semangat perjuangan, sekaligus menjadi inspirasi berdirinya berbagai organisasi di seluruh pelosok tanah air, baik yang bersifat kedaerahan, politik, keagamaan, serikat pekerja, kewanitaan maupun kepemudaan. Pada kurun selanjutnya muncul sejumlah organisasi seperti Sarekat Islam, Indische Partij, dan berbagai organisasi lainnya. Hal ini mewarnai awal kebangkitan nasional yang mencapai puncaknya pada tahun 1928. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, sedangkan kebangkitan pemuda Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda.

Wassalamu'alaikum War Wab 

                                                   Pati Utara, 20 Mei 2016


Related Posts:

P4, RIWAYATMU LAIN DAHULU LAIN SEKARANG



























Assalamu'alaikum War Wab.


Bahan Renungan Exlusiv
Judul:  P4, Riwayatmu dulu dan Sekarang
Penulis:  Sikarang Batukapur

          Di era orde baru, pemerintah dengan Tap MPR-nya pernah mengintruksikan kepada segenap bangsa Indonesia, tanpa terkecuali, untuk menyatukan sebuah pandangan hidup secara pribadi maupun secara kebangsaaan. Sehingga perintah pandangan hidup itu dilevelkan oleh pemerintah sederajat dengan pedoman atau rambu-rambu. Oleh pencetusnya, pedoman itu diberi nama ‘Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila’ yang disingkat P4.
          Begitu sakralnya Pancasila. Sehingga pengejawantahannya tidak hanya sekedar menjadi Dasar Negara, namun lebih dalam lagi yaitu menjadi pandangan hidup bangsa dan negara. Oleh perancangnya, lima sila yang wajib diketahui oleh warga Negara, diperjelas lebih detail menjadi elemen-elemen yang lebih rinci. Dan elemen-elemen itu disebut butir-butir Pancasila, yang kesemuanya memang sangat dekat dengan perilaku dan kondisi masyarakat.
           Pemerintah pada waktu itu, memang memproyeksikan kondisi masyarakat dalam tempo jangka pendek atau setidaknya jangka menengah akan terbentuk masyarakat yang bermoral Panca Sila, tanpa terkontaminasi oleh pengaruh budaya barat. Maka P4 dalam penerapannya dilaksanakan secara serentak. Mulai dari pelosok sampai perkotaan, dari para pejabat sampai masyarakat kecil, dari petani, pengusaha, nelayan, para siswa diberbagai jenjang, mulailah memperoleh pengetahuan yang dikemas dalam bentuk penataran, yang disebut ‘Penataran P4’. Keunikan sisialisasi P4 ini yaitu harus melaksanakan tiga perlakuan, yaitu : harus dijadikan pedoman, harus dihayati dalam hati dan pikiran, dan sentralnya yaitu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, siapapun yang mengakui dirinya sebagai warga Negara Indonesia pastilah mengenal tentang P4, minimal sebatas kata-kata ‘pe empat’.
          Memang, jika ada yang mahir memelintir realita baik dijadikan buruk atau sebaliknya dengan argument kebal hukum, setidaknya kejujuran masih bisa berbisik bahwa P4 telah menyebarluaskan moral Pancasila kepada siapa saja. Sehingga butiran Pancasila milik petani akan sama dengan yang dimiliki pejabat. Dan yang perlu dikategorikan sebagai kebutuhan  penting yaitu antara para siswa, para remaja, para pemuda, dengan para orang tua, guru, dan masyarakat  mempunyai bekal P4 yang sama. Dengan demikian, penerapan perilaku yang bermoral akan terpantau di semua lini. Setidaknya fenomena ini bisa menangkal kelajuan amoralime akibat globalisasi budaya yang negatip.
Di bawah ini kutipan butir-butir Pancasila yang pernah ngetren di era Orde baru :

Sila pertama        : Ketuhanan Yang Maha Esa
Lambang              :  Bintang.
1.     Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.     Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.     Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.     Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.     Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.     Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.     Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua  :  Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap
Lambang     :  Rantai.
1.     Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.     Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.     Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.     Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.     Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.     Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.     Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.     Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.     Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.  Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga  :  Persatuan Indonesia
Lambang     :   Pohon Beringin.
1.     Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.     Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.     Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.     Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.     Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.     Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.     Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat        :  Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam                      Permusyawaratan/Perwakilan.
Lambang               :   Kepala Banteng
1.     Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.     Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.     Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.     Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.     Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.     Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.     Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.     Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.     Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Sila kelima           :  Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Lambang               :   Padi Dan Kapas.
1.     Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.     Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.     Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.     Menghormati hak orang lain.
5.     Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.     Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.     Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.     Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.     Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.  Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
          Di era sekarang ini P4 tinggal memori. Itupun hanya kaum tua yang masih mengenangnya. Nampaknya P4 telah mengalami evolusi, sehingga nama P4 yang sekarang adalah singkatan dari “Pedoman Penerapan Perilaku Populer”. P4 yang ini memang semakin divaforitkan di kalangan kawula muda , ABG, yang menggandrungi budaya bebas. Mulai dari perilaku, ucapan, sampai kemaunan, menghendaki kebebasan. Bebas memilih kehendak, termasuk moralpun tak ada rambu-rambu pembatas.
    Mestinya kalimat “Generasi Muda Adalah Harapan Bangsa” sejak dulu sampai sekarang maknanya tetap sama, yaitu sebuah generasi yang beraklaq mulia, santun, cerdas, terampil, dan mampu menjelesaikan tantangan jaman. Akan tetapi , yang terjadi dewasa ini tak sedikit para kawula muda yang menggelembungkan angka penganiayaan moral karena tindak asusila dan kreminalitas. Di dunia pendidikan, banyak siswa teropsesi adanya “hak siswa” yang salah penafsiranya. Sehingga apapun yang dikehendaki siswa itulah yang disebut hak siswa. Akibatnya, lenyaplah tata karma, unggah-ungguh antara siswa dan guru, karena kebanyakan dari mereka menganggap bahwa guru adalah pengabdi siswa. Pemahaman ini sangat membahayakan, karena kemormatan seorang guru akan diubah menjadi kehormatan siswa. Guru dipaksa menghormati segala kemaunan siswa. Lantas bagaimana jika para siswa itu pelaku P4 yang sekarang ini..?
     Semoga dengan kupasan yang singkat di atas, siapapun yang telah membaca berkenan untuk merespon dan ikut berpartisipasi menjernihkan air keruh gubangan moral yang kian membadai di negeri ini.

                                                                   Pati Utara, Mei 2016.

Wassalamu'alakum War Wab















Related Posts: